PDIPERJUANGAN-JABAR.COM – Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat pada 2018 mendatang disebut-sebut sebagai pesta demokrasi paling mahal di Indonesia.
Anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai pemilihan sosok pemimpin di provinsi berpenduduk sekitar 46.497.175 juta jiwa ini diperkirakan mencapai Rp 3 triliun harus disiapkan pemerintah, Pemrov Jabar dan pemerintah pusat. Semua fakta tersebut terungkap dalam Obrolan Teras Sindo (OTS) di Kantor KORAN SINDO Jabar, Jalan Natuna Nomor 8A, Kota Bandung kemarin.
Diskusi ringan tanpa menghilangkan esensi yang digelar setiap Selasa itu kali ini mengangkat tema “Pilgub Jabar, Anggaran dan Aturan Baru”. Tiga pembicara hadir dalam obrolan ini, yaitu Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawas – lu) Jabar Harminus Koto, Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat, pengamat politik dari Universitas Ahmad Yani (Unjani) Cimahi Yamardi, dan Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jabar Abdy Yuhana.
Dalam diskusi terungkap, besaran dana Rp 3 triliun yang dibutuhkan untuk mendanai Pilgub Jabar 2018 tentu bukan tanpa alasan. Jabar adalah salah satu provinsi paling besar dibading provinsi lain di Indonesia. Baik dari jumlah penduduk maupun luas wilayah. Terlebih lagi mekanisme pemilihan umum di Indonesia menganut sistem pemilihan langsung. Maka sangat wajar anggaran yang dibutuhkan pun sangat besar.
Berdasarkan data yang diperoleh KORAN SINDO, dana Rp 3 triliun itu dengan rincian untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sekitar Rp1,8 triliun, Polda Jabar Rp 172 miliar, Kodam Siliwangi Rp 9 miliar, Polda Metro Jaya Rp 26 miliar, Kodam Jaya Rp 61 miliar, Bawaslu Rp 500 miliar, dan Kesbangpol Jabar sekitar Rp10 miliar. Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar Harminus Koto mengatakan, besarnya anggaran yang di butuhkan pada pilgub mendatang, harus menjadi tanggung jawab bersama.
Dengan harga mahal tentu harus menghasilkan sosok pemimpin baru yang berkualitas bagi Jawa Barat. Jangan sampai, kata Harminus, triliunan rupiah yang di keluarkan menguap percuma tanpa menghasilkan sosok pemimpin yang mampu memimpin Jawa Barat menuju perubahan yang lebih baik. “Harga seorang Gubernur Jawa Barat itu Rp 3 triliun. Ini termahal di Indonesia. Tidak boleh sembarangan dalam pemilihan ini,” kata Harminus. Dia mengemukakan, besaran anggaran yang dikeluarkan untuk Pilgub Jabar ini harus dilihat secara rasional.
Semua pihak jangan memandang sebagai pemborosan atau penghambur-hamburan uang negara. Karena disadari atau tidak, demokrasi memang mahal. “Demokrasi ini harus di bayar mahal. Jabar jumlah penduduknya terbesar di Indonesia. Ini konsekuensi. Begitu mahalnya seorang pemimpin di Jabar,” ujar dia. Harminus menyatakan, ada yang lebih penting untuk di pikirkan oleh semua pihak, yakni suksesnya penyelenggaraan Pilgub Jabar 2018 sehingga dapat menghasilkan pemimpin yang baik dan amanah.
Masyarakat harus ikut bertanggung jawab dalam menentukan pemimpin di masa depan. “Ini yang harus disadarkan masyarakat. Jangan gadaikan hak politik kita dengan harga murah untuk pasangan calon nanti,” tandas Harminus. Ketua KPU Jawa Barat Yayat Hidayat menuturkan, saat ini pihaknya terus mempersiapkan semua kebutuhan yang di perlukan untuk Pilgub Jabar 2018 mendatang. Mulai dari penyusunan anggara dan kebutuhan lain.
Persiapannya juga sudah dilakukan sejak lama, yakni se jak 2014 lalu seusai penyelenggaraan Pemilihan Presiden. Sejak saat itu pihaknya mengaku terus melakukan koordinasi dengan Pemprov dan DPRD Jabar terkait penyelenggaraan pilgub pada 2018. Itu dilakukan, kata Yayat, agar Pemprov Jabar mempersiapkan anggaran untuk penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut. “Karena kan anggarannya besar. Kami terus mengingatkan. Supaya gubernur dan DPRD melakukan saving anggaran agar tidak (digelontorkan) sekaligus (dalam satu tahun anggaran),” kata Yayat. KPU sendiri, ungkap dia, mengajukan anggaran untuk Pilgub Jabar 2018 sekitar Rp1,8 triliun.
Anggaran tersebut Rp 605 miliar digunakan untuk belanja pegawai dan penylenggaraan pilgub. Sementara sisanya digunakan untuk pengadaan barang-barang kebutuhan KPU. Ajuan anggaran sebesar itu, ungkap dia, telah melalui pembahsan panjang. Bahkan KPU Jabar melakukan banyak konsultasi dengan pihak terkait agar tidak terjadi kesalahan da – lam penyusunan anggaran ter – sebut.
Selain itu, besaran anggaran juga dapat saja berubah karena belum ada persetujuan dari DPRD dan Pemprov Jabar. Selain itu, pihaknya juga tengah me nunggu perkembangan hasil revisi Undang-Undang Pilkada di DPR. Karena menurut informasi, anggaran untuk biaya kampanye akan dibebankan kembali kepada masing-masing pasang – an calon, bukan lagi KPU. Jika itu dihapuskan, diperkirakan ajuan KPU akan berkurang hingga Rp300 miliar.
“Jadi masih bisa berkurang. Kami lihat perkembangan revisi undang-undang. Karena ken cendrungan untuk biaya kampanye, sekarang lagi dire – visi akan dibebankan ke masing-masing pasangan calon. Kalau itu benar, bisa berkurang jadi Rp 1,4 sampai Rp1,5 triliun,” ungkap dia. Disinggung penyebab kenaikan anggaran untuk penyelenggaraan Pilgub 2018 dibanding 2013 yang hanya Rp1,3 triliun, Yayat menuturkan, itu terjadi karena ada kenaikan nominal honorarium untuk penye lenggara pilkada di tingkat panitia pemungutan suara (PPS) dan panitia pemilihan kecamatan (PPK).
“Peningkatan itu karena ada peraturan Menteri Keuangan tentang honorarium penyelenggara. Terutama di panitia ad hocdi PPK dan PPS,” tutur Yayat. Dia mengemukakan, penyelenggaraan Pilgub Jabar memang mahal. Namun pihaknya tidak mengindahkan efisiensi anggaran. “Maka semua stakeholder harus kompak. Kita optimalkan hasilnya,” ujar dia.
Sementara itu, Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jabar Abdy Yuhana mengatakan, PDIP sebagai partai calon peserta pemilu tentu pihaknya meng harapkan kualitas dari penyelenggaraan pesta demokrasi ini. Pilgub Jabar 2018 harus menjadi pesta demokrasi yang di butuhkan semua pihak bukan men jadi kepentingan sebagian ke lompok. “Kalau sudah menjadi kebutuhan, semua pihak akan memiliki rasa bertanggung jawab. Pilgub Jabar 2018 harus jadi kebutuhan, semua harus turut serta,” kata Abdy.
Terkait anggaran, Abdy me ngaku tak memerma salahkannya. Namun anggaran itu harus menghasilkan pesta demokrasi paling demokratis dan baik di Indonesia. “Bagi PDI Perjuangan, kami punya kepentingan untuk meningkatkan kualitas pilkada. Kualitas demokrasi untuk pilkada. Besarnya anggaran harus bisa dipertanggung jawabkan,” ujar dia. Sementara itu, pengamat politik dari Unjani, Yamardi mengatakan, Pilgub Jabar harus mampu mendorong masyarakat untuk tidak apatis terhadap pemilu.
Bagaimana para penyelenggara merangsang masyarakat untuk mau menggunakan hak politiknya. Karena saat ini, ujar dia, masyarakat cenderung apatis dan tidak peduli terhadap kegiatan politik. Contohnya saja saat Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 lalu, banyak masyarakat yang tidak memberikan hak politiknya. “Makin sering, makin apatis. Pemilu Jabar harus meningkatkan partisipatif masyarakat,” ujar dia. Yamardi menegaskan, anggaran yang sangat besar untuk Pilgub Jabar 2018 ini harus dibuktikan dengan hasil berkua litas.
“Anggaran tadi harus untuk menghasilkan pemilu ber kualitas. Dalam pilkada banyak pelaku. Semua harus mampu mendukung pemilu berkualitas dan berfikir prospektif ke depan,” pungkas dia. Koran Sindo