Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berupaya kembali membangkitkan ekonomi kerakyatan berbasis pedesaan, salah satunya dengan memperkuat koperasi.
Gagasan ini mengemuka dalam Fokus Grup Discussion (FGD) yang digelar DPD PDI Perjuangan Jawa Barat secara daring bertajuk “Peran Koperasi Dalam Penguatan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Pedesaan” yang digelar dalam rangka memeringati Peringatan Hari Koperasi Nasional ke-74 tahun 2021, Kamis (22/7).
Dalam sambutannya Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ono Surono mengungkapkan kegiatan ini selaras dengan arahan dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang menginstruksikan bahwa PDI Perjuangan akan mengawali pembangunan dari desa.
Menurut Ono, dalam pidato HUT PDI Perjuangan ke-48, Megawati menyerukan pada 3 pilar partai yakni struktural, legislatif dan eksekutif agar sama-sama membangun desa dengan diawali pendataan secara presisi.
“Ibu Ketum menginstruksikan tiga pilar partai (eksekutif, legislatif, struktural partai) untuk bekerja keras membuat kebijakan yang baik untuk rakyat, terlebih untuk membangun desa. Tiga pilar partai diinstruksikan untuk untuk merumuskan politik legislasi, politik anggaran, politik pengawasan, untuk mewujudkan pembangunan pedesaan yang demokratis, terukur, terencana dan tepat sasaran,” kata anggota Komisi IV DPR RI ini.
Ono mengungkapkan, Presiden RI I, Bung Karno juga mengingatkan, desa merupakan salah satu benteng pertahanan negara.
Kebijakan dan program pembangunan haruslah menitik-beratkan pada pemberdayaan desa.
Karenanya, kata Ono, dalam Rapat Kerja Cabang (Rakercab) dan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) PDI Perjuangan mengambil tema ” Desa Kuat Indonesia Maju dan Berdaulat, Desa Tamansari Kemajuan Nusantara.
“Membangun Indonesia dari desa. Jika desa kuat, maka Indonesia mampu berdiri di atas kaki sendiri,” tegasnya.
Ono mengatakan, pandemi telah memukul perekonomian Indonesia cukup keras.
Indonesia, kata dia, mendapat banyak tantangan lantaran terjadi kontraksi ekonomi di berbagai sektor,terjadi pengurangan tenaga kerja,turunnya harga komoditas, daya beli anjlok, produksi terhambat bahkan sektor jasa tak bisa bergerak.
“Inilah waktunya Indonesia kembali kepada sistem ekonomi Pancasila warisan founding fathers Soekarno – Hatta, sebagai sebuah sistem ekonomi yang menitikberatkan pada ekonomi gotong royong dan kemanusiaan serta dijabarkan dalam Pasal 33 UUD NRI 1945 sebagai perwujudan dari sila kelima Pancasila yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia,” bebernya.
Ia juga menambahkan koperasi memiliki azas gotong royong, dan merupakan implementasi dari Ekonomi Pancasila yang mampu menggerakkan secara langsung ekonomi masyarakat.
Menurutnya, koperasi bukan kumpulan kekuatan modal, melainkan kumpulan orang per orang.
Ketika orang kecil bergabung jadi kekuatan kapitalis besar, mereka bisa menggunakan bisnisnya, termasuk untuk menyelenggarakan program kegiatan sosial.
“Saya berharap agar pembahasan hari ini dapat menjadi pencerahan bagi kita semua dan diskursus yang penting dan strategis untuk menjalankan instruksi ibu Ketua Umum membantu pemerintah dengan menggerakkan koperasi di pedesaan khususnya di masa pandemi,” tandasnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Usaha Kecil dan Koperasi, Mindo Sianipar dalam paparannya mengungkapkan PDI Perjuangan berkomitmen membangkitkan ekonomi kerakyatan, diantaranya dengan menggalakkan koperasi sebagai roh dari ekonomi kerakyatan berbasis gotong-royong.
Mindo mendorong kader partai untuk bergabung atau mendirikan koperasi karena memiliki semangat yang sama dengan ideologi PDI Perjuangan dan cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia.
“Koperasi merupakan salah satu instrumen yang paling pas untuk membangun gotong-royong, karena dilandasi dengan kepercayaan. Koperasi adalah organisasi ekonomi yang berwatak sosial dan tak mementingkan diri sendiri, bergerak oleh roh gotong royong untuk mengatasi kesulitan di tengah masyarakat,” pungkas Mindo yang juga secara resmi membuka acara ini.
Sementara, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki yang menjadi keynote speaker dalam FGD ini mengungkapkan desa-desa di Indonesia menjadi penopang bagi kekuatan ekonomi nasional.
Desa masih potensial untuk memperkuat ekonomi khususnya di sektor pangan.
Salah satu lembaga perekonomian yang paling dekat dengan rakyat khususnya di desa adalah koperasi.
“Selain peningkatan ekonomi anggota, koperasi diharapkan juga menjadi lembaga sosial dan pendidikan bagi anggota dan masyarakat,” katanya.
Namun saat ini, ia mengakui, koperasi belum sepenuhnya menjadi pilihan utama kelembagaan ekonomi rakyat.
Hal ini dilihat dari rendahnya partisipasi penduduk menjadi anggota koperasi yakni sebesar 8,41%.
“Kira-kira masih di bawah rata-rata dunia yang mencapai 16,31% meskipun ada juga yang tingkat partisipasinya tinggi seperti Provinsi NTT dan Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu, kontribusi koperasi terhadap perekonomian nasional masih rendah yakni sebesar 5,1%,” katanya.
Teten mengakui koperasi saat ini masih memiliki stigma negatif dari masyarakat.
Maka dari itu, pemberdayaan koperasi modern harus digalakkan.
“Saat ini tak mudah untuk mengampanyekan gerakan koperasi khususnya di grass root. Saya sering dicemooh ketika mengajak masyarakat untuk bergabung, lantaran koperasi dianggap sama dengan bank emok. Koperasi memiliki citra buruk sehingga kita memerlukan usaha keras untuk merubah stigma negatif tersebut. Saya bilang yang jelek itu masa lalu, kita bangun koperasi modern” paparnya.
Teten menambahkan, Pemerintah mendorong peran koperasi untuk penguatan sektor pangan.
Sebab, imbuhnya, koperasi sektor pangan akan berperan terhadap hajat hidup orang banyak dan sektor ini juga menjadi kontributor ke-3 terbesar dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
“Dalam praktik berkoperasi, keberadaan Koperasi Pangan di Indonesia perlu sama-sama kita perkuat. Namun, kondisi koperasi pangan yang kita miliki saat ini belum optimal. Masih serba terbatas,” ucap Teten.
Menurut Teten, saat ini koperasi harus menjadi agen untuk mengonsolidasi usaha mikro yang tidak masuk dalam skala ekonomi.
Terlebih, ujar dia, dengan terbentuknya koperasi modern, bisa menjadi alternatif pembiayaan bagi usaha mikro.
Selain itu, dia menambahkan saat ini pembangunan UMKM dan koperasi harus jadi strategi baru untuk memperbaiki perekonomian nasional.
Maka dari itu, dia mendorong agar para pelaku usaha agar bergabung dengan koperasi.
“Saat ini, masyarakat yang berkerja di sektor pertanian, peternakan dan juga perikanan masih melakukan kegiatan usahanya secara perorangan. Kondisi ini tentu sulit berhadapan dengan market yang butuh supplier yang stabil. Ini kita bisa konsolidasi mereka dalam koperasi dan masuk dalam skala ekonomi agar terhubung dengan buyer dan market,” ujar Teten.
Teten mengungkapkan koperasi bisa menjadi model bisnis di Indonesia dengan berbasis UKM.
Menurut Teten, mayoritas petani lokal memiliki lahan yang sempit, sehingga tercipta keterbatasan dalam hal kualitas dan suplai produk.
Dengan koperasi, kata dia,
petani-petani berlahan sempit tersebut dapat dikonsolidasikan.
Teten juga berkomitmen akan menjadikan koperasi sebagai agregator bagi ekonomi rakyat.
Dimana yang tadinya bisnis secara sendiri-sendiri, diarahkan untuk membentuk wadah koperasi agar tercapai skala keekonomian dari usahanya.
“Misalnya kami sudah memiliki kajian terhadap produk buah pisang yang memiliki pangsa pasar bagus di luar negeri. Di mana untuk masuk skala ekonomi, harus berlahan paling sedikit 400 hektar. Solusinya adalah masuk koperasi,” ujar Teten.
Teten mengatakan, dukungan regulasi berupa UU Nomor 11 Tahun 2020 dan PP Nomor 7 Tahun 2021, tidak hanya memuat kemudahan bagi koperasi, tetapi juga menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan koperasi dan UKM.
Ia menambahkan, di sektor perikanan, Kementerian Koperasi dan UKM tengah merancang pilot project korporasi Koperasi bagi nelayan.
Nantinya, nelayan-nelayan kecil akan didorong untuk bergabung dengan koperasi, agar masuk ke skala ekonomi.
Pihaknya akan mendorong koperasi nelayan untuk mengembangkan industri pengolahan ikan.
“Di Indramayu, Cirebon dan Pangandaran bisa jadi pilot project, kita bekerja sama,” tandasnya.
Di sisi pembiayaan, Teten juga mendorong adanya kombinasi iuran anggota, modal koperasi dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Ia mengakui selama ini Perbankan jarang masuk ke sektor riil karena tak ada jaminan pembayaran.
“Selama ini akses UKM kepada perbankan masih 11%. Dalam UU Cipta Kerja UMKM dipermudah untuk mengakses perbankan. Bahkan, kegiatan usaha itu bisa dijadikan agunan untuk memperoleh pembiayaan. Bahkan platform KUR tanpa agunan bisa sampai Rp. 100 juta,”tandasnya.
Forum Grup Diskusi ini juga menghadirkan sejumlah pembicara diantaranya Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Barat Kusmana Hartadji, Kepala Bappeda Jabar Ferry Sofwan Arif, Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) Jawa Barat Iwan Gunawan dan Rektor Ikopin Burhanuddin Abdullah.
Kegiatan ini dimoderatori oleh Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Bidang Ekonomi Kreatif, Bertha Musty serta Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat bidan Perekonomian Meindar Sunarya, sebagai ketua Panitia.