Kebijakan impor beras tidak sejalan dengan semangat 4 Pilar Kebangsaan yang terdiri atas Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam UUD dan Pancasila, keberpihakan terhadap rakyat dengan pengelolaan sumber daya alam sepenuhnya dilakukan pemerintah untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Perihal tersebut diungkapkan Anggota Komisi IV DPR RI, Ono Surono ST, dalam kegiatan sosialisasi 4 pilar kebangsaan, di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (22/03/2021).
“Sehingga, bicara sikap kita, langkah kita kedepan, bagaimana memberikan perlindungan kepada petani, ini merupakan jalan yang sesuai dengan 4 pilar kebangsaan, khususnya terkait dengan Pancasila,” terangnya
Dikatakannya, bagaimanapun juga Pancasila adalah ujungnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga, lanjut Ono, apa yang kita lakukan hari ini seyogyanya bagaimana point-point dalam Pancasila dari mulai sila pertama sampai dengan sila yang kelima, ini semata-mata bagaimana ujungnya mensejahterakan rakyat.
Ono Surono menegaskan, Komisi IV DPR RI menolak kebijakan impor beras sebesar satu juta ton. Pemerintah melalui Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) diminta untuk memprioritaskan penyerapan hasil produksi beras dalam negeri seiring memasuki masa panen raya di periode Maret-April 2021.
Ia mengatakan, semangat yang dilakukan saat ini adalah membangun kedaulatan pangan di dalam negeri karena Indonesia memiliki sumber pangan melimpah.
“Penolakan itu sudah menjadi suara saya di Komisi IV, dalam hal ini mewakili masyarakat di dapil Jabar VIII yang meliputi wilayah Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon,” kata Ono
Menurutnya, penolakan ini sesuai dengan tata kelola komoditas pangan nasional, yang harus mengutamakan produksi dalam negeri. Oleh karena itu, Ono meminta pemerintah komitmen melakukan pemenuhan pangan yang terjangkau, misalnya dengan meningkatkan produksi komoditas pertanian.
“Sebenarnya untuk pasokan beras di kita itu surplus sebanyak 12 juta ton dan itu diperkirakan sampai Mei 2021,” ungkapnya
Selain itu, kata Ono, kondisinya masih ada cadangan beras di Bulog yang cukup sampai Mei.
“Malahan lebih ada sekitar 400 ribu ton sisa Impor 2018, di mana ada 100 ribu ton lebih rusak turun mutu,” katanya.
Namun, kata Ono Surono, yang juga merupakan Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat ini mengatakan bahwa faktanya dengan isu impor beras ini harga gabah di petani sudah turun dan anjlok.
“Jadi PDIP dengan tegas menolak impor, kemudian untuk Menteri Perdagangan jangan mengambil kebijakan sendiri. Ini diketahuinya bahwa Menteri pertanian juga tidak diajak bicara tapi mereka punya perhitungan sendiri bisa produksi 12 juta ton, sama Bulog juga tidak diajak bicara,” ujarnya.
Kalau benar-benar terjadi impor beras, kata Ono Surono, pada saat cadangan beras cukup dan produksi juga cukup pasti akan ada penurunan harga gabah di petani.
“Artinya Mendag tidak punya hati nurani untuk membela petani kita,” ungkapnya
Selain itu, Ono Surono juga menyoroti soal neraca garam yang menurutnya cukup membingungkan. Seperti yang dilaporkan Menko Maritim dan Investasi kebutuhan untuk farmasi 5.000 ton, aneka pangan 612 ribu ton, untuk industri 2,4 juta ton,
“Saya hitung totalnya 6 juta ton. Pemerintah kemudian memberikan izin impor garam 3 juta ton, tapi di sisi lain produksi dalam negeri mencapai 2,1 juta ton sehingga bila ditotal semua 5,1 juta ton. Nah ini neraca seperti apa, kok bisa berlebih seperti itu,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, Indonesia adalah negara yang memiliki garis pantai di kisaran 84 ribu hingga 120 ribu kilometer. Anggap saja garis pantai Indonesia adalah 80 ribu kilometer. Daerah pemilihannya Kabupaten Indramayu, daerah produsen garam terbesar di Jawa Barat.
“Bila saya hitung panjang pantai Kabupaten Indamayu mencapai 147 km dan mampu memproduksi garam 37 ribu ton garam setahun dengan asumsi Januari – Mei itu tidak ada produksi karena musim hujan. Sehingga bila kita hitung dengan panjang pantai 80 ribu kilometer, seharusnya kita punya potensi 20 juta ton garam per tahun,” ungkapnya.
Ono Surono berharap, jangan sampai semua regulasi yang berkaitan dengan importasi apapun pada akhirnya menurunkan produksi, seperti pada tahun 80-an di mana Indonesia berhasil swasembada bawang putih.
“Tapi ketika mulai diotak-atik oleh oknum agar dibuka keran impor, habislah,” pungkasnya. (*)