Survey Litbang Kompas terbaru terhadap elektabilitas parpol di Indonesia menghasilkan PDI Perjuangan masih sebagai pemenang dan peraih elektabilitas tertinggi yaitu 22,8 persen.
Itu meningkat dari 19,1 persen pada Oktober 2021.
Partai Gerindra di peringkat berikutnya dengan 13,9 persen, naik dari 8,8 persen.
Pada peringkat ketiga terjadi perubahan. Partai Demokrat naik signifikan dari 5,4 persen (Oktober 2021) menjadi 10,7 persen. Partai Golkar, yang sebelumnya di peringkat ketiga, tergeser satu posisi karena tingkat kenaikan elektabilitasnya kalah dari Demokrat. Dalam survei ini, elektabilitas Golkar naik menjadi 8,6 persen, dari 7,3 persen di Oktober tahun lalu.
Adapun dalam Pemilu Legislatif 2019, Golkar meraih 12,3 persen suara dan menempati peringkat ketiga, selisih 0,26 persen di bawah Gerindra.
Fenomena kenaikan signifikan Demokrat dan melambatnya kenaikan elektabilitas Golkar bisa dibaca sebagai dampak dinamika kedua parpol yang sama-sama mendorong kandidat mereka menuju Pemilu Presiden 2024. Kiprah Partai Golkar dalam dinamika politik banyak terwakili penampilan sang ketua umum, Airlangga Hartarto, yang juga Menko Perekonomian. Patut diperhitungkan juga efektivitas baliho di beberapa daerah yang menampilkan sosok Airlangga.
Sementara itu, kenaikan signifikan elektabilitas Partai Demokrat secara momentum banyak berhubungan dengan kemenangan upaya hukum terkait status pengurus partai. Tampaknya mesin politik Demokrat intensif menggalang kembali simpati sosial dengan sering tampilnya Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono menanggapi isu-isu viral, seperti Badan Otoritas IKN, APBN IKN, dan isu Jaminan Hari Tua (JHT).
Sulit dimungkiri, dengan kondisi publik yang terpolarisasi, sikap beroposisi terhadap isu-isu sensitif yang diprogramkan pemerintah dapat membawa manfaat popularitas.
Struktur politik
Bagaimanapun, pola elektabilitas parpol besar hasil survei Kompas yang senada dengan hasil Pemilu 2014 dan 2019 mencerminkan kelembaman pilihan parpol di masyarakat. Tak mudah bagi pemilih untuk mengubah pilihan parpol semata akibat kemunculan beberapa isu dan peristiwa.
Memilih parpol tampaknya juga masih terkait dengan sosok kuat di parpol tersebut. Dalam survei ini terekam sosok kuat dalam partai bisa menjadi keuntungan bagi sebagian pemilih, tetapi juga menjadi sandungan bagi pemilih lainnya.
Gerindra, misalnya, mendapat keuntungan elektoral 31 persen responden yang memilih partai karena aspek ketokohannya. Bandingkan itu dengan Demokrat (27 persen) dan PDIP (20 persen).
Sebaliknya, keberadaan sosok tertentu dalam partai, yang dipersepsikan negatif, juga terekam dalam survei ini, menjadi alasan terbesar publik untuk tidak memilih partai tersebut.
Sulit dimungkiri, faktor sosiologis cukup menentukan perilaku dan pilihan politik pemilih. Semakin dekat dan suka dengan parpol pilihannya, pemilih semakin loyal.
Dinamika bisa terjadi dalam batas-batas tertentu sejauh belum muncul faktor perubah yang determinan. Salah satunya, kandidat capres atau cawapres yang diajukan parpol. Parpol yang belum memiliki sosok kuat sebagai kandidat pada Pemilu 2024 tampaknya lebih sulit meraih simpati publik dan menambah elektabilitas.
Sumber: gesuri.id