KOTA BANDUNG- Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menyebut empat variable penting yang memengaruhi pelembagaan partai politik, yakni kemampuan partai beradaptasi dengan perkembangan zaman, kepemimpinan partai, ideologi partai, serta budaya/organisasi partai
Berdasarkan penelitian dengan pendekatan ilmiah juga menjadi aspek penting agar sebuah partai bisa tetap bertahan.
Sebagai contoh, pihaknya melakukan penelitian dari kepemimpinan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri yang telah meletakkan berbagai aspek penting strategis dalam pelembagaan partai.
“Dari pengalaman empiris Ibu Megawati Soekarnoputri yang kami lakukan kajian secara ilmiah adalah bauran antara aspek pemimpin, ideologi, kultur, transformasi organisasi dan berjalannya fungsi-fungsi organisasi kepartaian yang ideal,” kata Hasto di sela kegiatan Seminar Nasional bertajuk “Pelembagaan Partai dan Kepemimpinan Strategis Nasional,” yang diinisiasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI) di Hotel Savoy Homann Bandung, Kamis (26/1).
Selain mampu membuat parpol bertahan dan tumbuh berkembang, Hasto menilai, penempatan pelembagaan partai dalam kerangka akademis juga dapat menjadi penunjuk arah masa depan bangsa dan negara.
“Fungsi partai tidak hanya rekrutmen, pendidikan politik, kaderisasi serta agregasi kepemimpinan rakyat menjadi kebijakan publik tetapi fungsi hubungan atau kerja sama internasional,” kata Hasto.
Sementara, Akademisi Universitas Indonesia, Hanief Saha Ghafur mengatakan parpol tidak bisa berlanjut jika tidak memiliki dua hal penting yakni ketahanan dan ketangguhan, baik internal maupun eksternal.
Sehingga, kata dia, perlu transformasi figur dan institusionalisasi kharisma kader agar keberlanjutan sebuah parpol bisa tetap terjaga.
“Ketangguhan itu terkait kemampuan meregenerasi, investasi jangka panjang melalui kader. Termasuk mempromosikan kepemimpinan partai kepada publik, itu penting,” ujar Hanief
Dikatakan Hanief, institusi parpol tanah air berbeda dengan Barat yang menjunjung tinggi ideologi.
Sementara di Indonesia, parpol lebih mengedepankan sosok atau figur untuk menarik massa.
“Persoalannya transformasi ke depannya, keberlanjutan figur-figur. Artinya partai jangan bergantung kepada figur, kemudian menjadi declining akibat dari tidak mampu meregenerasi,” kata dia.
Atas dasar itu, Hanief berpandangan institusionalisasi kharisma kader sangat penting dilakukan. Sehingga, parpol tidak hanya bergantung kepada ketokohan seseorang atau figur tertentu yang memiliki kadaluarsa.
“Institusionalisasi bentuknya berupa sistem, diabadikan pemikirannya dalam bentuk ideologi. Itulah yang bisa memperkuat keberlanjutan kader partai ke depan,” pungkasnya. (*)