
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari konsisten mendorong perempuan turut terlibat dalam pembangunan di Jabar. Pihaknya pun sebagai legislatif akan terus mengawal isi pembangunan gender di Jabar tersebut.
Hal itu mengemuka pada Saresehan Perempuan Lembaga Legislatif dan Organisasi Perempuan, KPP Provinsi Jawa Barat dan DP3AKB Provinsi Jawa Barat, Minggu dan Senin 30-31 Oktober 2022.
Ineu memaparkan, jumlah penduduk Jabar saat ini 48,78 juta dengan jumlah perempuan 24.023.422 jiwa. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 70,62, Indeks Pembangunan Gender (IPG) 89,36.
Pada komponen pemberdayaan gender, kata Ineu, saat ini keterlibatan perempuan di parlemen 20,83 persen. Kemudian perempuan sebagai tenaga profesional 43,02 persen dan sumbangan pendapatan perempuan 30,10 persen.
Di sisi lain masih terjadi pernikahan dini (12 persen), Kematian Ibu (1.188) dan Anak (2.672). Kekerasan fisik atau psikis (58.395 kasus) traficking atau perdagangan manusia, dan pendidikan perempuan (rerata lama sekolah 8,23 persen).
“Permasalahan di atas perlu ditangani melalui strategi yang mendorong yang pro perempuan, peningkatan kapasitas membuat kebijakan dan harmonisasi kebijakan dengan convention on elimination of all form of discrimation againts women (Cedaw), meningkatkan representasi dan kepemimpinan perempuan dalam pengambilan kebijakan publik dan menguatkan pengetahuan, wawasan dan riset terkait kebijakan inklusif, ” ujarnya.
Ineu pun menuturkan, urgensi membuat kebijakan yang responsif gender. Pasalnya laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan menikmati hasilnya dengan setara. Peraturan atau kebijakan hendaknya mengandung nilai objektivitas, proporsional dan mengandung prinsip keadilan (termasuk keadilan gender).
“Regulasi yang baik harus menggunakan prinsip- prinsip good governance, yaitu partisipatif, berorientasi pada konsensus, akuntabel, transparan, responsif, efektif dan efisien, adil serta mengikuti aturan hukum yang berlaku. Regulasi yang baik akan menghasilkan regulasi yang berpihak kepada masyarakat, bukan pada elit atau golongan tertentu, tetapi berpihak pula kepada kelompok rentan (vulnerable groups) misalnya perempuan, anak, kelompok disabilitas, dan lainnya,” katanya.
DPRD sebagai entry poin kata Ineu, mendukung kebijakan yang pro perempuan. Di antaranya sebagai fungsi pembentukan Perda yaitu bersama-sama dengan eksekutif atau inisiatif DPRD membuat Perda yang secara eksplisit atau implisit berpihak kepada kepentingan perempuan.
“Pada fungsi penganggaran, bersama pemerintah membuat Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) sebagai salah satubmekanisme yang dibangun untuk mempercepat pelaksanaan strategi pengarustamaan gender dalam pembangunan dengan menggunakan Gender Analysis Pathway (GAP),” katanya.
Terakhir, pada fungsi pengawasan melaksanakan pengawasan implementasi Perda serta realisasi anggaran yang telah disepakati yang salah satunya berpihak kepada kepentingan perempuan.
Ineu juga menjelaskan alasan DPRD perlu memperhatikan regulasi terkait perempuan karena regulasi merupakan produk politis dan pertarungan kepentingan, sehingga berpeluang untuk mengesampingkan persoalan perempuan.
Saat ini tumpang tindih aturan yang bisa berakibat persoalan perempuan tersingkirkan karena dianggap bukan prioritas. Kemudian minimnya kepentingan dan suara perempuan dalam penyusunan kebijakan, akibatnya implementasi kebijakan yang ada justru diskriminatif dan merugikan sebagian masyarakat, khususnya kelompok marjinal dan rentan.
Adapun Perda Provinsi Jawa Barat yang berkaitan dengan Perempuan yaitu :
Perda Nomor 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak, Perda Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang di Jawa Barat, Perda Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga yang ditindaklanjuti dengan Pergub Nomor 55 Tahun 2018 tentang Peraturan Pelaksanaan Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Asal Daerah Provinsi Jawa Barat, Raperda Pelindungan dan Pemberdayaan Perempuan di Jawa Barat (dalam pembahasan Pansus).
Sumber: info.pikiranrakyat.com










