BANDUNG,- Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 kini masih dalam proses penghitungan suara dinilai memuat sejumlah dugaan kecurangan yang terstruktur, masif dan sistematis.
Bahkan, kecurangan dan pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2024 dianggap “lebih parah” ketimbang pemilu sebelumnya karena adanya penyalahgunaan fasilitas negara, ketidaknetralan aparatur negara, dan politik uang.
“Pesta rakyat telah usai, bagi-bagi beras dan minyak sudah selesai. Pemilu 2024 ini memang paling barbar dibanding tahun sebelumnya,” kata Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ketut Sustiawan kepada awak media, Senin 26 Februari 2024.
Menurut Ketut, indikasi kecurangan dimulai dari penyelenggara pemilu yang tidak berintegritas dan kepala negara yang tanpa etika dan tak tahu malu berkampanye lantaran putranya ikut berkontestasi dalam Pemilihan Presiden.
Selain itu, kata Ketut, kecurangan pada saat proses pencoblosan juga terjadi seperti logistik surat suara yang telah tercoblos, tertukar dan hilang.
Kemudian ada pula laporan kotak suara tidak tersegel, tempat pemungutan suara terlambat dimulai hingga TPS yang tak aksesibel terhadap disabilitas.
“Belum lagi aplikasi Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga telah didesain untuk memenangkan calon presiden tertentu,” bebernya.
Ketut menegaskan saat ini masyarakat Indonesia kembali menjalani aktifitas sehari-hari dan dihadapkan dengan kenyataan harga-harga bahan pokok yang melambung tinggi.
Bahkan, kata dia, harga beras mencapai harga tertinggi dalam sejarah.
“Saat ini harga beras melambung tinggi, tinggi sekali. Belum lagi dalam waktu dekat tarif listrik naik dan tarif tol juga bakal naik,” tukasnya.
Ketut mencetus, dalam kondisi daya beli yang masih rendah dan beban hidup yang semakin berat, kenaikan harga berbagai barang dan jasa berdampak pada meningkatnya jumlah orang miskin.
“Rakyat miskin semakin miskin. Karenanya, mari kita tolak kenaikan harga. Dukung hak angket DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 yang terindikasi melibatkan kepala negara,” tandasnya. (*)