
Anggota Komisi III DPRD Jawa Barat (Jabar), Abdy Yuhana menyatakan, sektor pajak masih menjadi penyumbang utama pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat. Tak terkecuali pajak kendaraan bermotor yang hingga kini masih menjadi primadona.
Namun, pandemi covid-19 yang berlangsung sejak tahun lalu membuat PAD yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor mengalami penurunan.
“Salah satu sebabnya adalah, banyak pemilik kendaraan bermotor tak meregistrasikan atau Kendaraan yang Tidak Melakukan Daftar Ulang (KTMDU) alias tak bayar pajak. Hal ini tentu berimplikasi pada fiskal Provinsi Daerah Jabar,” kata Abdy Yuhana, Selasa (16/2).
Menurut Abdy, Pemda harus segera mencari solusi untuk meningkatkan PAD. Selain itu, harus ada upaya meningkatkan kesadaran pemilik kendaraan bermotor untuk membayar pajak kendaraan bermotor karena hasil pajak itu juga digunakan untuk pembangunan Jabar.
Politisi PDI Perjuangan ini juga mengimbau agar Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat (Bapenda Jabar) terus melakukan inovasi agar masyarakat disiplin membayar pajak.
Abdy mengapresiasi beberapa inovasi yang telah dilakukan Bapenda Jabar seperti e-samsat, Samsat Online Sentralise, Samsat Online 3 Provinsi, Samsat Nampi Iuran Wajib Ti Wengi (NITE), Samsat Outlet, Samsat Outlet Bank Jabar, Samsat Corner, Samsat Keliling dan Samdong (SAMSAT Gendong).
“Mungkin harus lebih masif lagi agar dapat mendongkrak PAD Jabar,” cetusnya.
Selain itu, Abdy juga mengusulkan opsi lain diantaranya membangun komunikasi dengan Pemerintah Ppusat agar ada kelonggaran bantuan keuangan dari Pemerintah pusat.
Karena secara otomatis, kata dia, penurunan PAD ini juga berdampak pada defisitnya APBD Jabar.
“Memang untuk menutup defisit ini ada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), tapi itu hanya bisa dialokasikan pada APBD Perubahan 2020 dan APBD 2021,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pada APBD Perubahan 2020 Jabar mendapat kucuran dana Rp. 1,8 triliun dan Rp. 2,2 triliun untuk APBD perubahan 2021. Namun ia mengingatkan, pemanfaatan PEN harus relevan dengan situasi yang saat ini terjadi dalam skema pemulihan ekonomi di masa pandemi covid-19.
“Jangan menggunakan anggaran PEN sebesar Rp. 2,2 triliun itu untuk pembangunan yang tak langsung bersentuhan dengan masyarakat,” tandasnya.