Anggota DPRD Kota Bandung dari Fraksi PDI Perjuangan Folmer Siswanto M. Silalahi menyayangkan kasus pungutan liar di TPU Cikadut, Bandung, terulang lagi.
Aksi dugaan pungli itu dilakukan oleh oknum petugas jasa pemakaman jenazah pasien Covid-19.
Hal tersebut terungkap setelah Yunita Tambunan, seorang keluarga ahli waris dimintai uang Rp 4 juta saat hendak memakamkan jenazah ayahnya.
Setelah bernegosiasi akhirnya disepakati nominal yang dibayarkan jasa pemakaman hanya Rp 2,8 juta.
Menurut Folmer Siswanto, kondisi itu seolah membuka tabir kebenaran terkait adanya sistem tata laksana yang salah dalam manajemen pengelolaan pemakaman di sejumlah UPT TPU di Kota Bandung.
Terkhusus di TPU Cikadut yang kini menjadi pemakaman khusus jenazah pasien Covid-19.
“Perlu kami sampaikan kepada masyarakat bahwa Wali Kota Bandung telah membuat peraturan penanganan Covid-19 di Kota Bandung, yang diperkuat dengan adanya surat keputusan kepala daerah atau Kepwal Nomor 469 Tahun 2020. Bahwa proses pemakaman bagi jenazah pasien Covid-19 di TPU Cikadut telah ditanggung oleh anggaran APBD Kota Bandung. Artinya sifatnya ini (pemakaman) adalah gratis bagi seluruh warga Kota Bandung,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Minggu (11/7/2021).
Maka, dengan adanya praktik dugaan pungli yang terjadi ini, pihaknya mendorong agar Pemerintah Kota Bandung dapat bekerja sama dengan aparat kepolisian guna mengusut tuntas kasus tersebut.
Serta menjadikan fenomena yang kembali terulang ini sebagai bahan evaluasi terkait pengelolaan proses pemakaman dan pembiayaan pemakaman di semua UPT TPU di Kota Bandung.
Selain itu, Pemerintah Kota Bandung khususnya dinas terkait pun perlu terus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait perda dan kepwal aturan pelaksanaan pemakaman.
Menurutnya bila masyarakat sudah memahami adanya aturan tersebut, praktik pungli tidak akan terjadi.
“Praktik pungli ini sebetulnya terjadi karena ketidakpahaman masyarakat terkait adanya peraturan yang telah menetapkan tata laksana dan pembiayaan dalam proses pemakaman yang berlaku seragam di semua UPT TPU di Kota Bandung. Maka, ketidakpahaman ini membuka ruang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan upaya pungutan dengan dalih alasan apapun kepada pihak ahli waris,” ucapnya.
Bahkan, berdasarkan laporan dan aduan masyarakat yang telah dia terima selama ini, korban dugaan pungli ini yang dilakukan oleh oknum petugas di TPU Cikadut bukan hanya keluarga Yunita Tambunan. Terdapat puluhan korban lain yang mengalami tindakan serupa, baik dengan atau pun tanpa adanya barang bukti tanda terima.
Besaran nominal pungli yang diminta pun berbeda-beda.
“Tapi memang korban yang memiliki bukti yang cukup untuk penyelidikan memang hanya keluarga Bu Yunita ini, baik itu pelakunya siapa, perincian besaran pungutannya berapa, dan bagaimana bentuk tanda terimanya. Sehingga oknum petugas yang bersangkutan kini telah ditangkap dan ditahan di mapolsek,” ujarnya.
Meski demikian, ia menduga praktik pungli ini tidak bisa atau bahkan tidak mungkin dilakukan sendirian.
Maka apabila persoalan ini diusut lebih jauh, kegiatan ini bersifat berkelompok atau ada jejaring lain yang ikut terlibat dalam praktik tindakan pidana ini.
“Mungkin di lokasi tersebut (TPU Cikadut) tidak hanya dilakukan oleh satu kelompok tapi ada beberapa kelompok yang melakukan tindakan serupa. Jadi kalau penyelidikan hanya berhenti di oknum petugas yang terbukti melakukan dugaan pungli bagi keluarga Bu Yunita saja, saya yakin tidak akan menyelesaikan masalah. Karena sekali lagi, praktik seperti ini tidak mungkin hanya dilakukan oleh single fighter, tapi pasti ada pihak lain yang ikut terlibat,” ujar Folmer.
Maka dari itu, pihaknya menuntut agar Pemkot Bandung harus bergerak cepat dan tegas untuk menindaklanjuti temuan-temuan ini, salah satunya membantu pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut, serta mengevaluasi tata laksana pengelolaan pemakaman di TPU Cikadut.
Ia pun menambahkan, bahwa berdasarkan laporan korban yang diterima pihaknya, terkait praktik pungli di TPU Cikadut bukan hanya terjadi bagi pihak keluarga yang berasal dari pemeluk agama nonmuslim, tapi juga keluarga muslim.
Hanya saja besaran dan jenis pungutannya bervariasi, mulai dari Rp 1 juta hingga lebih dari itu.
Dengan demikian, tidak relevan apabila ada anggapan bahwa dugaan aksi pungli di TPU Cikadut hanya berlaku bagi pihak keluarga pemeluk agama nonmuslim atau dikaitkan dengan unsur SARA.
Bila oknum petugas tersebut menggunakan pernyataan yang kaitannya dengan SARA, itu sebagai upaya untuk lebih memberikan ancaman atau penekanan kepada pihak ahli waris agar pihak keluarga terpaksa memberikan sejumlah uang sebagai pungli yang diminta dari syarat pemakaman jenazah anggota keluarganya. Sebab masyarakat tidak memahami aturan yang telah dibuat Pemerintah Kota Bandung.
“Jadi bagi kami, sebaiknya aspek SARA dalam persoalan ini tidak melebar kemana-mana, karena sifatnya dari tindakan ini (pungli) sudah jelas merupakan pelanggaran. Berapa pun besaran yang diminta, kalau itu di luar ketetapan regulasi, baik itu hanya Rp 10 ribu atau Rp 100 ribu, itu tetap saja pungli dan masuk ranah pidana. Sehingga lebih baik fokus saja pada pembenahan upaya-upaya praktik pungli ini agar diusut tuntas pihak-pihak yang bersalah dan diganjar dengan hukuman setimpal. Agar praktik seperti ini tidak terulang lagi,” katanya.
Sumber: jabar.tribunnews.com