Ketua DPR RI Puan Maharani meminta Pemerintah segera menetapkan kasus gagal ginjal akut sebagai kejadian luar biasa (KLB) apabila sudah memenuhi kriteria penetapan, akibat tingginya angka kematian dalam kasus gagal ginjal akut misterius pada anak.
“Kasus gagal ginjal akut pada anak sudah cukup mengkhawatirkan. Kalau dari data-data yang ada sudah memenuhi syarat, segera tetapkan penyakit ini sebagai kejadian luar biasa atau KLB,” kata Puan, Jumat (21/10).
Kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia melonjak menjadi lebih dari 200 kasus dengan angka kematian hampir 50% dari total kasus dalam sepekan setelah pertama kali dilaporkan. Dari data terbaru, sudah terdapat 206 kasus gagal ginjal akut di mana 99 anak di antaranya meninggal dunia.
Menurut Puan, case fatality rate yang cukup tinggi perlu menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk menetapkan KLB.
“Ini bagaikan puncak gunung es. Kasus yang diketahui ratusan tapi korbannya bisa jadi jauh lebih banyak. Situasi ini sangat genting dan mengancam keselamatan anak-anak,” ujar perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Puan menyebut, status KLB akan berpengaruh pada langkah penanganan dan pengobatan dalam mengatasi gagal ginjal akut, termasuk soal pembiayaan dan berbagai kemudahan lainnya. Dengan meningkatnya status menjadi KLB, semua pemangku kebijakan akan memiliki kepedulian dalam penanganan penyakit ini.
“Dengan status KLB, setiap anak yang didiagnosa gagal ginjal akut, baik memiliki BPJS Kesehatan maupun tidak, harus ditanggung perawatan kesehatan dan pengobatannya hingga tuntas,” ungkap Puan.
Tanpa status KLB, dikhawatirkan banyak pasien kesulitan mengakses fasilitas pelayanan kesehatan lantaran tidak ada bantuan dana. Puan menilai, penetapan status KLB juga terkait dengan kesiapan rumah sakit rujukan bagi anak yang menderita penyakit ini.
“Kita harus memperhatikan bagaimana fasilitas kesehatan daerah tidak sama di setiap wilayah. Bagi daerah yang fasilitas kesehatannya belum memadai, diperlukan penanganan lanjutan ke tempat lain yang dapat menangani penyakit gagal ginjal akut pada anak,” sebutnya.
Puan pun mendorong Pemerintah mengalokasikan anggaran khusus untuk menangani kasus ini agar dapat membantu masyarakat ekonomi rendah yang anaknya menderita tanda-tanda gagal ginjal akut.
Apalagi menurut sejumlah pakar, penanganan penyakit gagal ginjal akut tidak bisa dilakukan dalam level Puskesmas. Hal ini lantaran dibutuhkan ketersediaan alat hemodialisa atau peritoneal dialysis yang membutuhkan seorang dokter bedah anak.
“Sementara tren kasus terus bertambah, dan angka kematian dalam tiga periode meningkat. Jadi harus ada kebijakan khusus dari Pemerintah dalam mengatasi maraknya kasus gagal ginjal akut pada anak,” tutur Puan.
Mantan Menko PMK itu pun menilai, penetapan penyakit gagal ginjal akut pada anak sebagai KLB akan memudahkan koordinasi stakeholder terkait. Baik itu lintas daerah dan provinsi, maupun secara nasional.
“Tentunya juga akan menyempurnakan sistem penanganan kasus dan mengoptimalkan SDM kesehatan, serta penanggulangan fenomena penyakit ini,” ujarnya.
Hingga kini, Kementerian Kesehatan belum dapat memastikan penyebab pasti gangguan ginjal akut yang mendera lebih dari 200 anak Indonesia. Angka kasus juga berpotensi kian bertambah mengingat ada kemungkinan orang tua yang belum atau kesulitan akses dalam memeriksakan anaknya.
“Segera diselidiki penyebab gagal ginjal anak-anak agar penanganannya terarah. Kepastian dari penyebab penyakit ini penting untuk mengurangi kegelisahan publik,” tegas Puan.
Sumber: gesuri.id