PDIPERJUANGAN-JABAR.COM – “Bukan masalah perlu dan tidak (pembentukan Badan Intelijen Pertahanan), itu orang lapangan yang tahu. Kalau ada seperti itu harus dirubah dulu undang-undangnya”
Jakarta – Rencana pembentukan Badan Intelijen Pertahanan (BIP) oleh Kementerian Pertahanan memerlukan payung hukum berupa undang-undang baru atau mengubah undang-undang terkait yang ada. Jika tidak, maka keberadaan badan itu melanggar UU Nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 17/2011 tentang Intelijen Negara, dan UU Nomor 34/2004 tentang TNI.
Menurut Wakil Ketua Komisi I Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, persoalannya bukan pada perlu atau tidaknya mendirikan badan itu melainkan terkait dengan kedudukannya yang jelas secara hukum.
“Bukan masalah perlu dan tidak (pembentukan Badan Intelijen Pertahanan), itu orang lapangan yang tahu. Kalau ada seperti itu harus dirubah dulu undang-undangnya,” ujar TB Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/6/2016).
Lebih lanjut Ia menjelaskan, bahwa dalam UU TNI, ancaman yang akan dihadapi TNI dari luar maka dibutuhkan “mata” dan “telinga” yaitu atase pertahanan di kedutaan besar Indonesia di negara-negara sahabat.
Menurutnya, kalau atase pertahanan itu dipindah ke Kementerian Pertahanan maka dari mana landasan intelijennya bagi TNI.
Selain itu, dalam UU Intelijen, intelijen pertahanan itu ada di TNI dalam hal ini Badan Intelijen Strategis (BAIS), bukan di Kementerian Pertahanan. BAIS TNI ada di dalam struktur TNI dan kepalanya bertanggung jawab kepada Panglima TNI.
Dia juga menilai pembentukan BIP tidak bisa melalui Peraturan Presiden (Perpres) karena harus merujuk ke UU yang ada.
Politikus PDI Perjuangan itu tidak mempermasalahkan apabila Kemenhan ingin menjadikan Badan tersebut seperti Badan Pusat Intelijen Amerika Serikat alias CIA, namun hal itu tetap tidak boleh melanggar UU yang ada.
“Kalau mau dibuat sama dengan Amerika ya silahkan saja kalau memang dibutuhkan, namun tidak boleh melanggar UU Intelijen dan UU Pertahanan,” katanya.
Seperti diketahui, Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purnawirawan) Ryamizard Ryacudu adalah yang pertama kali melontarkan rencana pembentukkan BIP. Menurutnya, BIP diarahkan untuk mendapatkan berbagai informasi sebagai landasan pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan strategis.
“Kementerian pertahanan tanpa intelijen tidak mungkin. Dari mana membuat kebijakan strategis tanpa informasi intelijen,” kata dia, di Jakarta, Jumat (4/3/2016).
Dia mengatakan pihaknya telah menyosialisasikan rencana pembentukan BIP kepada seluruh unsur intelijen nasional seperti Baintelkam Polri, Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI, Intelijen Kejaksaan, juga Intelijen Badan Keamanan Laut.
Ryamizard mengaku seluruh unsur intelijen tersebut telah menyetujui pembentukan BIP di Kementerian Pertahanan.
Menurut mantan kepala staf TNI AD itu, pembentukan Badan Intelijen Pertahanan sudah mulai berjalan dengan mengangkat sejumlah pengurus dan mengadakan diskusi intelijen yang disertai pandangan-pandangan pengamat. INDEKSBERITA