Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina meminta penegak hukum agar tidak menerapkan “restorative justice” (RJ) kepada tersangka S (52) yang melakukan pelecehan seksual kepada 11 anak didiknya.
“Saya akan ‘sounding’ ke aparat penegak hukum agar kasus ini jangan sampai diterapkan ‘restorative justice’,” kata Selly di Cirebon, Jawa Barat, Senin, saat bertemu dengan para korban kekerasan seksual oleh oknum guru madrasah.
Selly mengatakan jika kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Cirebon yang dilakukan oknum guru diterapkan “restorative justice” maka tidak akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku predator anak.
Dengan demikian, kata dia, pihaknya akan mengawal agar kasus tersebut benar-benar berjalan dengan semestinya, tanpa ada tekanan lagi bagi korban dan orang tuanya.
Menurutnya, kasus yang saat ini menimpa 11 anak di bawah umur di Kabupaten Cirebon menjadi perhatian dirinya karena adanya intervensi dari beberapa pihak agar kasus tersebut tidak disidangkan.
“Padahal korbannya sangat tertekan dan ketika mendengar nama pelaku mereka sangat ketakutan, jadi kami pastikan akan mengawal kasus ini,” tuturnya. Selly mewanti-wanti jangan sampai penegak hukum yang menangani kasus tersebut menerapkan “restorative justice” agar S mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatannya.
Ia meminta masyarakat sekitar tempat tinggal korban agar jangan terus menyudutkan korban dan keluarganya karena saat ini kondisi para korban sedang mengalami trauma berat.
Untuk itu, papar dia, Kementerian Sosial sedang berupaya memberikan “trauma healing” kepada para korban agar bisa kembali beraktivitas tanpa rasa ketakutan.
“Saya bersama Ibu Menteri Sosial melihat sendiri kondisi para korban begitu menyedihkan. Bahkan, saat Ibu Menteri (Mensos Tri Rismaharini) mendekap korban dan meminta untuk berteriak meluapkan emosinya mereka hanya tetap terisak,” katanya.