Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan Kementerian Sosial (Kemensos) memproduksi 24.000 paket makanan per harinya bagi penyintas di setiap lokasi pengungsian.
Dapur umum lapangan yang memproduksi makanan tersebut dikelola personel Taruna Siaga Bencana (Tagana) di masing-masing posko pengungsian untuk memenuhi kebutuhan penyintas gempa bumi Cianjur.
Diketahui, saat ini terdapat 12 dapur umum yang telah beroperasi, antara lain dapur umum Sukamanah dengan kapasitas 2.000 porsi, dapur umum Pendopo 3.000 porsi, dapur umum Jagakarsa 1.651 porsi, dapur umum Gasol 4.100 porsi, dapur umum Sukamaju 3.000 porsi, dan dapur umum Karangtengah 2.000 porsi.
Selanjutnya, dapur umum Cimacan mampu memproduksi 1.200 porsi, dapur umum Rancagoong 1.300 porsi, dapur umum Cikancana 1.000 porsi, dapur umum Warungkondang 2.474 porsi, dapur umum Gekbrong 1.200 porsi dan dapur umum Cugenang 1.500 porsi.
Dengan demikian, terdapat 24.000 paket makanan yang dapat diproduksi dapur umum Kemensos setiap harinya.
Meski begitu, Risma mengaku, timnya masih menemui kendala dalam penanganan bencana gempa Cianjur, yakni sulitnya mendapatkan air bersih untuk proses memasak, mandi cuci kakus (MCK), dan sanitasi yang lainnya.
Terkait kesulitan air bersih yang dialami penyintas, Risma menyatakan, Kemensos mulai mengambil langkah membuat sumur bor, seperti yang telah dilakukan di lokasi pengungsian lapangan Jagaraksa, Kecamatan Warungkondang.
“Cara ini ditempuh agar kendala kesulitan air bersih di posko itu bisa segera teratasi sehingga tidak mengganggu jalannya pelayanan kepada masyarakat terdampak gempa Cianjur,” katanya dalam siaran pers, Jumat (25/11).
Lebih lanjut, Kemensos juga mengerahkan tim dari 12 Sentra Rehabilitasi Sosial dan relawan dari berbagai daerah untuk melakukan penanganan bencana.
Penanganan bencana yang dilakukan Kemensos dalam hal pengungsian, yakni memasang tenda dan memenuhi kebutuhan dasar penyintas yang meliputi pendistribusian bantuan logistik, permakanan, hingga Layanan Dukungan Psikososial (LDP).
Terkait tenda dan pengungsian, Risma mengatakan, pihaknya telah memasang ratusan tenda di banyak titik di tujuh kecamatan melalui perpanjangan tangan timnya di lapangan.
Namun, Risma mengaku, masih mencari desain tenda yang tepat untuk kontur geografis Cianjur.
“Kalau gempa, biasanya, meskipun rumahnya sudah roboh, mereka nggak mau meninggalkan rumah karena di dalam mungkin masih ada yang bisa diselamatkan. Nah, mereka biasanya maunya nunggu di dekat rumah,” katanya.
Tidak adanya halaman rumah dan terbatasnya jumlah lapangan terbuka di Cianjur membuat Risma memikirkan kembali pola dan strategi pemasangan tenda yang selama ini telah diterapkan.
Risma lantas membagikan pengalamannya menangani gempa Pasaman di Sumatera Barat (Sumbar) pada Maret 2022.
“Yang membedakan kemarin waktu di Pasaman itu halamannya luas luas, terus datarannya relatif rata. Jadi, waktu saya kasih tenda (keluarga) kecil-kecil, mereka langsung pasang di depan rumah. Tenang mereka karena tendanya ada di sekitar rumah mereka,” ucap Risma.
Sementara itu, kondisi di Cianjur berbeda dengan bencana gempa yang pernah ia tangani sebelumnya.
“Kalau di sini ini ‘kan beda, terjal, turun naik, gitu, konturnya. Rata-rata halaman rumahnya juga nggak ada. Itu yang membuat saya harus merubah strategi,” kata Risma.
Sumber: Gesuri.id