Di Kota Bandung, praktik penahanan ijazah oleh sekolah masih terjadi. Bahkan kasusnya bukan cuma belasan.
“Bukan cuma belasan atau puluhan, tapi ratusan kasus berdasarkan laporan aspirasi masyarakat yang datang setiap hari ke DPRD Kota Bandung. Malahan dari tertahannya bukan hanya satu atau dua tahun, hingga belasan tahun pun ada,” ujar Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Fraksi PDI Perjuangan, Achmad Nugraha, saat ditemui di Gedung DPRD Kota Bandung, Senin (27/7/2020).
Dia mengatakan, kasus tersebut juga tak cuma terjadi di sekolah tertentu. Namun hampir terjadi di semua sekolah.
Menurutnya, untuk alasan apa pun praktik penahahan ijazah tidak diperbolehkan dan tidak ada regulasi manapun yang melegalkan hal tersebut dilakukan. Sebab, ijazah merupakan tanda bukti dari penuntasan hasil pembelajaran dari setiap peserta didik yang telah diatur dalam undang-undang.
Apalagi, penyebab dari penahanan ijazah ini dilatarbelakangi hanya karena persoalan tunggakan biaya pendidikan yang belum dibayarkan oleh orang tua dari siswa yang bersangkutan.
“Untuk urusan tunggakan pembiayaan pendidikan di sekolah, biar menjadi persoalan dan kewajiban dari orang tuanya saja. Jangan sampai kelanjutan nasib pendidikan siswa ini menjadi tergadai atau terancam karena haknya untuk mendapatkan ijazah tidak pernah didapatkan. Maka dari itu, kasus penahan ijazah, merupakan persoalan yang cukup berat dalam dunia pendidikan yang harus segera diselesaikan oleh semua pihak,” ucapnya.
Ia menuturkan, roda kehidupan termasuk kondisi keuangan yang dimiliki para orang tua siswa selalu dinamis. Terlebih dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini. Sehingga, kemampuan membayarkan kewajiban pendidikan para orang tua pun tidak selalu sama di setiap tahunnya.
Dengan kondisi tersebut, sebaiknya, pihak sekolah negeri maupun swasta yang mengalami situasi tersebut, agar segera melapor dan berkoordinasi dengan dinas pendidikan. Hal itu dilakukan untuk mencari solusi terbaik dari penyelesaian masalah, agar ijazah siswa ini tidak tertahan di sekolah.
Selain itu, para orang tua pun harus berani membuktikan diri terkait ketidakmampuan pembayaran kewajiban pendidikan dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan atau dengan kepemilikan kartu Indonesia pintar, PKH, dan identitas prasejahtera lainnya.
“Pemerintah dalam hal ini disdik harus mampu memberikan solusi atas permasalahan ini. Apalagi kami (DPRD) telah memberikan persetujuan anggaran khusus penyelesaian masalah penanganan ijazah ini kepada Disdik Kota Bandung dalam APBD Kota Bandung setiap tahunnya, dengan besaran nominal Rp 4 miliar per tahun. Sehingga dengan ketersediaan anggaran itu, harusnya tidak boleh lagi ada alasan terjadinya kasus penahanan ijazah di masyarakat,” ucap Politisi PDI Perjuangan tersebut.
Apabila upaya pembebasan ijazah tersebut tidak mampu diselesaikan oleh Disdik Kota Bandung, maka dia siap membuka diri dan memberikan surat rekomendasi bagi warga prasejahtera Kota Bandung untuk menyelesaikan masalah ijazah tersebut. Karena anggaran penyelesaiannya masalah itu telah dialokasikan dalam APBD.
Dalam kesempatan itu pun, Achmad pun mengapresiasi sikap tegas dan respons cepat yang ditunjukkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Dedi Supandi. Dia dengan cepat alam menindaklanjuti adanya laporan terkait praktik kasus penahan ijazah peserta didik yang terjadi di beberapa sekolah di Jawa Barat karena persoalan ketidakmampuan pembayaran penyelenggaraan pendidikan.
“Seperti penyataan yang di sampaikan oleh Pak Dedi Supandi (Kadisdik Jabar), yang secara tegas menolak juga melarang, bahkan berani untuk menerapkan sanksi bagi sekolah yang melakukan praktik penahanan ijazah tersebut. Sikap seperti inilah yang seharusnya ditunjukkan dan dicontoh oleh kepala dinas pendidikan lainnya di kabupaten/kota di Jawa Barat. Mudah-mudahan pernyataan dan sikap tegas tersebut, berbuah implementasi nyata agar dapat dipatuhi oleh seluruh kepala sekolah,” katanya.
Sumber : https://jabar.tribunnews.com/2020/07/27/dprd-bandung-anggarkan-rp-4-m-untuk-penyelesaian-penahanan-ijazah-tapi-masih-banyak-kasus-terjadi