BANDUNG,- Politisi PDI Perjuangan Muhammad Jaenudin menilai pernyataan Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum soal Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar terkait protokol kesehatan, tidak dewasa.
Pernyataan Uu yang seolah sinis menanggapi statmen Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ono Surono, juga dianggap tak paham dan keliru.
“Kami menilai Wagub Uu tak dewasa menanggapi statmen Ketua DPD PDI Perjuangan soal Kepgub Pesantren. Bahwa konon katanya dari kebijakan kepgub yang diterbitkan yang tak punya Pondok Pesantren (Ponpes) tak usah ngomong,” kata Jaenudin yang juga anggota Komisi V DPRD Jawa Barat ini.
Menurut Jaenudin, walaupun aturan protokol kesehatan ini khusus untuk Ponpes namun yang harus menjalaninya adalah warga Jawa barat, baik yang punya Ponpes atau tidak.
“Justru ketika Ketua DPD PDI Perjuangan bicara soal Kepgub Pesantren ini, kami mendapat banyak masukan dari berbagai pihak dalam hal ini pemilik Ponpes yang merasa keberatan. Saya kira semua pihak harus mengkritisi, apalagi PDI Perjuangan yang dipilih oleh rakyat baik yang punya pesantren atau tidak,” bebernya.
Jaenudin juga menyoroti keluarnya kebijakan soal Kepgub Pesantren ini tidak dibarengi dengan refocusing anggaran untuk Ponpes.
Seharusnya, tegas dia, Wagub bisa menjelaskan mengapa Pemprov Jabar baru mampu menerbitkan Kepgub, tapi belum punya anggaran untuk membantu pesantren.
“Harusnya lahirnya keputusan itu kan juga harus dibarengi dengan keberpihakan atau kemauan gubernur untuk memberikan bantuan pada ponpes menyiapkan protokol kesehatan. Jangan dianggap semua ponpes itu mampu melaksanakan protokol kesehatan apa yang disarankan oleh gubernur,” cetusnya.
Jaenudin juga menegaskan recofusing anggaran untuk penanganan covid-19 nilainya mencapai trilyunan rupiah. Ia juga mempertanyakan dari jumlah tersebut apakah ada satu mata anggaran yang berpihak pada Ponpes.
“Mestinya jangan asal mengeluarkan Kepgub sebelum mampu memberikan bantuan, ini kan menyusahkan. Jangan juga para kyai ini dijadikan objek hukum, lantaran dalam Kepgub Pesantren ini ada klausul siap menerima sanksi bila melanggar. Ini kebijakan yang keliru, sama saja menggiring para kyai untuk mendapat sanksi hukum,” tegas Jaenudin.
Ia menegaskan bahwa Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jabar mendesak agar Kepgub Pesantren ini harus dicabut. Karena, kata Jaenudin, adanya aturan tersebut akan sangat memberatkan bagi para pengelola pesantren.
“Dengan berbagai pertimbangan, kami dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jabar meminta agar Gubernur mencabut kembali Kepgub tersebut,” tandasnya.
Sebelumnya Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ono Surono mengkritisi soal langkah Gubernur Jabar, Ridwan Kamil terkait Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Jabar, terutama untuk keputusan yang memperbolehkan dibukanya kembali kegiatan belajar mengajar di kabupaten/kota zona biru dan hijau dengan menerapkan protokoler kesehatan.
Hal ini dikarenakan adanya kewajiban bagi pesantren untuk menyediakan sarana dan prasana sesuai protokoler pencegahan Covid-19.
Menurut Ono, dengan situasi dan kondisi seperti saat ini dimana terjadi dampak ekonomi yang sangat luas akibat Covid-19, pesantren akan mengalami kesulitan memenuhi ketentuan itu.
“Refocusing dan realokasi APBD Jabar 2020 mestinya sudah mengcover atau mengalokasikan masalah pencegahan dan pengendalian Covid-19 termasuk untuk lingkungan pesantren,” ucapnya.
Sementara Wagub Uu meminta pengertian kepada pengelola pesantren lantaran Pemprov Jabar belum bisa memberikan bantuan tunai lantaran masih dalam pembahasan.
Pemprov Jabar memperhatikan ponpes dengan menyiapkan bantuan kesehatan, mulai dari masker, vitamin, hingga alat rapid test.
“Jangan sampai jadi mudarat, ada klaster baru (COVID-19) di Jabar dari pesantren. Yang tidak punya pesantren tidak perlu ikut mengomentari dan membuat gaduh. Semua pesantren menerima dan memahami Pergub ini,” tandasnya. (nie/*)